Rabu, 01 Februari 2012

Klayar beach: dangerously beautiful beach



Liburan imlek kali ini adalah dahaga untuk paceklik refreshing buat saya. Rencana yang berkali-kali gagal akhirnya terealisasi juga. Kali ini saya memilih pantai sebagai destinasi utama. Hal ini dikarenakan saya sudah kangen kronis dengan yang namanya melamun di pantai, ngerasain angin laut, dengerin suara ombak, dan mengagumi indahnya ciptaan Tuhan Yang Maha Agung (NB: Saya pernah tinggal di rumah yang berhadapan dengan laut selama 13 tahun).

Dengan berbekalkan peta Jawa-Bali dan peta buta hasil browsing dari internet, copas-copas pengalaman orang-orang dari blog-blog mereka serta dari forum-forum, saya bersama ijoe temen SMA dan 2 orang temannya, Rizky n Dian, melakukan perjalanan panjang nan melelahkan dengan menyewa mobil untuk menempuh jarak sekitar 8,5 jam. Perjalanan kami mulai dari Surabaya, kemudian melewati jalur Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Ponorogo dan terakhir Pacitan. Jalur Surabaya sampai ke kota Ponorogo termasuk jalur aman, karena setelah itu dari Ponorogo ke kota Pacitan sendiri harus melalui jalan berbukit, berkelak-kelok kayak jetcoaster, naik-turun gunung namun masih landai, dan masih jarang kendaraan (heran juga sih, kenapa sepi, sampai Rizkypun sempat berfikiran kalau-kalau penduduk situ pada jadi zombie semua, jadinya mengurung diri di rumah, sumpah sepi banged sampai di kota Pacitan). Jarak antara Ponorogo-Pacitan 70 km dan dari kota Pacitan ke pantai Klayar sendiri jaraknya 35 km (dengan catatan, seluruh jalannya berkelak-kelok naik-turun seperti naik jetcoaster).

Setelah nanya sana-sini, karena peta buta kita jelek banged, nggak jelas.. :p akhirnya sampai juga perjalanan melelahkan kita di pantai yang berdekatan dengan pantai Srau dan Watu Karung serta Goa Gong ini. View-nya subhanallah…….bisa dilihat dari gambar-gambar yang saya ambil. Tekstur pantai bertebing-tebing dengan padang rumput serta dihiasi dengan sawah, kebun dan pedesaan yang tentrem. Belum lagi, pantai ini merupakan gugusan pantai selatan yang terkenal dengan ombaknya yang besar, dihiasi air terjun kecil di tengah laut, batu yang mirip dengan patung Spinx di Mesir dan seruling lautnya benar-benar memanjakan mata yang memandang.
Karena waktu sudah mendekati magrib, dan sangat tidak memungkinkan langsung pulang ke Madiun untuk menginap semalam disana, apalagi mengingat perjalanan melelahkan dan tidak adanya penerangan yang cukup selama 100 km jetcoaster tadi, akhirnya kita memutuskan untuk menginap di pantai. Pinggir pantai Klayar sangat memungkinkan untuk kita masang tenda dan bakar-bakar ikan..tapi sayangnya, kita nggak bawa tenda ataupun sangu ikan kayak pengunjung-pengunjung lainnya yang sudah niat mancing ikan di watu karung dan bakar-bakar ikan di klayar, sambil tidur di tenda atau di warung-warung pantai yang sudah tutup.

Kita memilih menginap di penginapan di pinggir pantai yang sepertinya baru saja dibangun. Permalamnya 100ribu saja, boleh nawar, bisa diisi berapa orangpun asal cukup, bisa tidur di tikar depan TV (ada parabola!) gratis, bonus kopi.
Paginya kita ditunjukkan jalan oleh Bu Marten, si penjaga penginapan untuk ke pantai Karang Bolong. Disebut karang bolong karena ada tebing yang tengahnya bolong kayak sundel bolong, karena hantaman ombak dan tsunami. Ada air terjun juga disebelahnya..padang rumput yang membentang hijau kontras sekali dengan kaki kita yang belepotan lumpur :p. Dan senangnya, di tebing tinggi ini menangkap sinyal indosat dan lainnya, setelah sehari semalam lepas dari dunia luar, apalagi BBM-an atau ganti status. Terakhir saya ganti status di FB ketika memasuki area jetcoaster Ponorogo-Pacitan, 100 km sebelum pantai Klayar.





Setelah berpamitan dengan Bu Marten dan keluarganya, beserta para penginap lainnya diantaranya mas Eko dari Jakarta beserta sopirnya dan anak-anak SBC (Surabaya Backpaker Community), dengan bensin di ujung tanduk kita berangkat meninggalkan Klayar, menuju Goa Gong dan pulang melalui track yang melelahkan. NB: jumlah SPBU di kota Pacitan hanya ada 2!!!

Di Goa Gong, seperti Goa Maharani di Lamongan, tapi yang ini lebih luas tapi sayang lebih kotor, karena sudah terjamah oleh tangan-tangan manusia, jadinya stalaktit dan stalagmitnya sudah kecoklatan. Disini juga dijual cenderamata dan oleh-oleh khas Pacitan. Saya tertarik untuk membeli mortir dan stamper yang terbuat dari keramik buatan Tulungagung, cukup murah hanya 20rb rupiah saja, lumayan buat pajangan di ruang tamu, biar keliatan farmasi banget gitu. Tidak lupa beli tempe goreng anget-anget ama pecel, sip banget apalagi yang masak sudah mbah-mbah  .